Surabaya – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Kota Surabaya Tahun 2021 dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 49.A/LHP/XVIII.SBY/05/2022 tanggal 9 Mei 2022.
BPK melakukan pengujian atas efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap laporan keuangan.
BPK menemukan adanya kelemahan pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Surabaya Tahun 2021 diantaranya Penganggaran dan realisasi kegiatan swakelola permakanan tidak sesuai ketentuan yang mengakibatkan saldo Belanja Barang dan Jasa lebih saji sedangkan saldo Belanja Bantuan Sosial kurang saji sebesar Rp 127.460.369.000,00.
Pemerintah Kota Surabaya pada TA 2021 menganggarkan Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp 4.821.136.771.841,00 dengan realisasi sebesar Rp 4.259.965.065.999,20 atau 88,36%. Termasuk dalam realisasi tersebut antara lain adalah Belanja Makanan dan Minuman pada Fasilitas Pelayanan Urusan Sosial sebesar Rp 127.460.369.000,00.
Kegiatan tersebut berupa bantuan permakanan kepada penerima manfaat. Penganggaran kegiatan bantuan permakanan pada pos Belanja Makanan dan Minuman pada Fasilitas Pelayanan Urusan Sosial merupakan usulan dari masing-masing kelurahan selaku instansi pelaksana kegiatan yang kemudian disetujui oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Penerima manfaat bantuan permakanan adalah kelompok rawan yang terdiri dari lansia, anak yatim, dan penyandang disabilitas. Penetapan penerima manfaat dilakukan oleh Dinas Sosial melalui penerbitan Nomor Induk Penerima Manfaat (NIPM) berdasarkan usulan yang diterima dari kelurahan dan kecamatan.
Calon penerima manfaat yang diusulkan untuk mendapatkan NIPM harus berkategori berpenghasilan rendah dan tercatat dalam aplikasi SIM MBR Pemerintah Kota Surabaya. Selain kelompok rawan tersebut, pada Tahun 2021 Pemkot Surabaya juga menambahkan pasien Covid-19 yang sedang melakukan isolasi sebagai penerima manfaat.
Pengadaan makan minum pada kegiatan permakanan dilaksanakan melalui metode swakelola tipe IV,yang dikelola oleh 154 Kelurahan bekerja sama dengan 382 kelompok masyarakat (Pokmas) seperti IPSM, Karang Werda, dan Yayasan/Panti Asuhan.
Pokmas bertugas sebagai penyedia barang/jasa untuk memberikan makanan setiap hari kepada penerima manfaat.
Pokmas yang bersedia menjadi penyedia barang/jasa menandatangani perjanjian perikatan dalam bentuk Nota Kesepahaman Pengadaan Melalui Swakelola dan Surat Perjanjian Kerja Sama yang di dalamnya antara lain mengatur kewajiban pejabat pembuat komitmen (PPK) selaku pihak pertama dan kelompok masyarakat selaku pihak kedua.
Pejabat pembuat komitmen antara lain memiliki kewajiban melakukan evaluasi terhadap pertanggungjawaban pekerjaan pihak kedua sedangkan kelompok masyarakat antara lain memiliki kewajiban melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan membuat laporan pelaksanaan pekerjaan kepada pihak pertama.
PPK dijabat oleh PNS di kecamatan dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) yang ada di masing-masing kelurahan.
Hasil pemeriksaan atas dokumen terkait penganggaran, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan swakelola serta wawancara dengan pihak terkait menunjukkan beberapa permasalahan pada proses penganggaran dan realisasi kegiatan permakanan diantaranya adalaha kesalahan Penganggaran Kegiatan Permakanan Pemerintah Kota Surabaya menganggarkan dan merealisasikan kegiatan permakanan pada pos anggaran Belanja Barang pada sub Belanja Makanan dan Minuman pada Fasilitas Pelayanan Urusan Sosial.
Realisasi tersebut dilaksanakan dengan metode swakelola tipe IV. Substansi kegiatan permakanan tersebut adalah memberikan bantuan berupa barang kepada individu di rumah masing-masing yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, bukan kegiatan pengadaan makan minum untuk kegiatan pada fasilitas pelayanan urusan sosial Pemerintah Kota Surabaya.
Kegiatan permakanan tersebut seharusnya dianggarkan pada pos anggaran Belanja Bantuan Sosial karena bentuk realisasinya berupa pemberian bantuan barang kepada individu yang bertujuan untuk melindungi diri dari kemungkinan terjadinya risiko sosial dan pelaksanaan realisasinya tetap dapat menggunakan metode swakelola.
Kedua Pelaksanaan Kegiatan Permakanan Tidak Sesuai Ketentuan Swakelola Hasil pengujian secara uji petik atas dokumen swakelola pada 25 kelurahan di Kecamatan Sawahan, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Semampir, dan Kecamatan Tambaksari dengan realisasi sebesar Rp.32.007.004.400,00 serta wawancara dengan 64 kelompok masyarakat sebagai penyedia barang/jasa diketahui bahwa Persiapan Pimpinan kelompok masyarakat sebagai penyedia barang/jasa belum sepenuhnya menetapkan Penyelenggara Swakelola yang terdiri dari Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan Tim Pengawas Swakelola.
Ketiadaan Tim Persiapan membuat kelompok masyarakat selaku penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan tugas – tugas antara lain menyusun persiapan teknis dan penyiapan metode pelaksanaan kegiatan, menyusun daftar/struktur rencana kegiatan, merinci jadwal pelaksanaan, menyusun detail rencana kebutuhan dan biaya yang terdiri dari upah tenaga kerja, biaya bahan/material, dan biaya lainnya yang dibutuhkan dan menyusun rencana penerapan biaya mingguan dan biaya bulanan.
Pelaksanaan Dokumen pertanggungjawaban swakelola yang disampaikan oleh kelompok masyarakat sebagai penyedia barang/jasa terdiri dari rekapitulasi jumlah permakanan, daftar penerima manfaat pelaksanaan pemberian permakanan, laporan harian penyerahan barang, tanda terima penerima manfaat, dan foto dokumentasi.
Namun demikian, tidak terdapat bukti-bukti pembelian bahan/material dan pembayaran tenaga kerja sehingga kelompok masyarakat sebagai penyedia barang/jasa tidak dapat menyusun laporan penerimaan dan penggunaan tenaga kerja, sarana prasarana/peralatan dan material/bahan.
Pengawasan Kegiatan pengawasan administrasi, teknis, dan keuangan sejak masa persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil pekerjaan tidak berjalan karena ketiadaan Tim Pengawas sehingga tidak ada hasil evaluasi pelaksanaan swakelola yang dapat direkomendasikan kepada pimpinan Kelompok Masyarakat dan Pejabat Pembuat Komitmen agar dapat dilakukan tindakan korektif.
Berdasarkan konfirmasi secara uji petik kepada kelompok masyarakat selaku penyedia barang/jasa, dijelaskan bahwa ketidaktahuan terkait regulasi swakelola, kesulitan memperoleh bukti pembelian bahan/material karena pembelian dilakukan pada pedagang eceran dan keterbatasan jumlah personil yang benar-benar terlibat dalam kegiatan permakanan sehingga hanya berfokus pada proses pelaksanaan tanpa disertai dengan proses persiapan dan pengawasan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Buletin Teknis SAP Nomor 04 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-3708 Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah pada Lampiran huruf J tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Rekening Penyusunan Anggaran dan Laporan Realisasi Anggaran.
Disamping itu menurut BPK RI hal tersebut juga melanggar Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola serta Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 60 Tahun 2019 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 52 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Permakanan di Kota Surabaya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan realisasi Belanja Barang dan Jasa lebih saji dan realisasi Belanja Bantuan Sosial kurang saji sebesar Rp 127.460.369.000,00 dan realisasi kegiatan swakelola permakanan pada 25 kelurahan sebesar Rp32.007.004.400,00 kurang akuntabel.
Permasalahan tersebut disebabkan Lurah di 154 kelurahan tidak tepat dalam mengusulkan Rencana Kerja Anggaran (RKA), Tim Anggaran Pemerintah Daerah tidak cermat dalam melakukan evaluasi dan verifikasi usulan anggaran dari Lurah di 154 kelurahan, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kecamatan Sawahan, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Semampir, dan Kecamatan Tambaksari tidak cermat dalam menugaskan pegawai pada instansi penanggung jawab anggaran untuk melakukan pendampingan atau asistensi Penyelenggara Swakelola dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pada 25 kelurahan di Kecamatan Sawahan, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Semampir, dan Kecamatan Tambaksari tidak cermat dalam mengendalikan teknis kegiatan swakelola.
Atas permasalahan tersebut Pemerintah Kota Surabaya melalui Sekretaris Daerah menyatakan bahwa kegiatan permakanan apabila dianggarkan melalui bantuan sosial akan memiliki konsekuensi data penerima permakanan harus tercantum dalam KUA-PPAS, pengalokasian bantuan sosial dilakukan setelah pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan pilihan dan penambahan calon penerima manfaat permakanan harus dianggarkan dalam belanja tidak terduga.
Hal tersebut akan menyulitkan Pemerintah Kota Surabaya apabila terdapat perubahan calon penerima manfaat permakanan.
BPK menyampaikan bahwa substansi kegiatan permakanan adalah pemberian bantuan barang kepada anggota masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial sehingga seharusnya dianggarkan pada bantuan sosial dan data tambahan penerima permakanan di tengah tahun berjalan dapat dialokasikan melalui bantuan sosial tak terencana yang dianggarkan melalui belanja tidak terduga sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Atas permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Wali Kota Surabaya agar menginstruksikan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk menganggarkan kegiatan permakanan sesuai ketentuan yang berlaku Camat Sawahan, Camat Wonokromo, Camat Semampir, dan Camat Tambaksari untuk menginstruksikan Pejabat Pembuat Komitmen untuk mengendalikan kegiatan swakelola dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pada 25 kelurahan di Kecamatan Sawahan, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Semampir, dan Kecamatan Tambaksari untuk melakukan pendampingan atau asistensi terhadap Penyelenggara Swakelola.(cak)