Makasar – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa laporan keuangan Pemerintah Kota Makassar Tahun 2021 dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 42.A/LHP/XIX.MKS/05/2022 tanggal 19 Mei 2022.
BPK melakukan pengujian atas efektivitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap laporan keuangan dan BPK menemukan adanya kelemahan pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Makassar Tahun 2021 diantaranya, Kesalahan Penganggaran Belanja Sebesar Rp.51.279.348.477,00.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kota Makassar untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2021 dan 2020 menyajikan anggaran Belanja dan Transfer TA 2021 sebesar Rp 4.165.165.032.351,61 dan realisasi sebesar Rp 3.150.496.728.994,07, sedangkan realisasi Belanja dan Transfer Tahun 2020 disajikan sebesar Rp 2.969.786.003.772,68. Realisasi Belanja Tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar Rp 180.710.725.221,39 atau 6,08% dari realisasi Tahun 2020.
Anggaran tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 tanggal 28 Desember 2020 tentang APBD Kota Makassar TA 2021 yang dijabarkan dengan Peraturan Walikota Makassar Nomor 71 Tahun 2020 tanggal 29 Desember 2020 tentang Penjabaran APBD TA 2021.
Hasil pemeriksaan atas dokumen penganggaran dan pertanggungjawaban belanja menunjukkan terdapat penganggaran belanja yang belum seluruhnya menggunakan akun atau kode rekening yang sesuai.
Permasalahan terkait kesalahan penganggaran telah diungkapkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Makassar Nomor 32.B/LHP/XIX.MKS/05/2021 tanggal 17 Mei 2021 pada temuan Kesalahan Penganggaran atas Belanja Modal dan Belanja Barang pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Makassar.
Atas permasalahan tersebut BPK RI merekomendasikan kepada Walikota Makassar agar Kepala SKPD terkait selaku pengguna anggaran agar lebih cermat dalam mengusulkan penganggaran belanja yang sesuai substansinya dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk lebih cermat dalam melakukan verifikasi pengajuan anggaran sesuai dengan maksud dan substansi kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut di atas, Pemerintah Kota Makassar telah melakukan beberapa upaya perbaikan dengan menerbitkan Surat Wakil Walikota kepada Kepala SKPD terkait selaku pengguna anggaran dan pernyataan masing-masing Kepala SKPD untuk lebih cermat dalam mengusulkan penganggaran belanja yang sesuai substansinya, serta Surat Wakil Walikota kepada Sekretaris Daerah selaku Ketua TAPD Nomor 700.04R/054/TL-BPK/VI/2021 tanggal 7 Juni 2021 untuk lebih cermat dalam melakukan verifikasi pengajuan anggaran sesuai dengan maksud dan substansi kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD.
Atas permasalahan yang diungkap dalam LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan tersebut diatas, pada Pemeriksaan LKPD TA 2021 masih ditemukan permasalahan yang sama terkait kesalahan penganggaran diantaranya Konsep nilai perolehan dalam perencanaan pengadaan aset tetap belum sepenuhnya diterapkan sehingga terjadi kesalahan penganggaran sebesar Rp 1.578.043.400,00.
Selanjutnya batas minimal kapitalisasi belum sepenuhnya dipedomani sehingga terjadi kesalahan penganggaran sebesar Rp 14.518.995.859,00 dan Pemilihan akun atau kode rekening penganggaran belanja belum sesuai substansi kegiatan sebesar Rp.35.182.309.218,00.
Pengadaan Aset Tetap Tidak Sepenuhnya Mempertimbangkan Konsep Nilai Perolehan Sebesar Rp 1.578.043.400,00 Untuk perencanaan pengadaan aset tetap tahun 2021, terdapat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Makassar yang belum menerapkan konsep nilai perolehan.
Batas Minimal Kapitalisasi Belum Sepenuhnya Dipedomani Sehingga Terjadi Kesalahan Penganggaran Sebesar Rp 14.518.995.859,00 Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota Makassar salah satunya mengatur mengenai batas minimal kapitalisasi belum sepenuhnya dipedomani dalam penganggaran pengadaan Aset Tetap.
OPD dalam menganggarkan pengadaan aset seharusnya memperhatikan taksiran umur ekonomis aset dan batas minimal kapitalisasi yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. Apabila aset yang diadakan memiliki masa manfaat lebih dari 12 bulan dan harga satuan per unit sama dengan atau lebih dari batas minimal kapitalisasi yang ditetapkan maka pengadaan Aset Tetap tersebut harus dianggarkan pada rekening belanja modal, namun jika salah satu persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka pengadaan aset tersebut dianggarkan pada Belanja Barang dan Jasa.
Dari hasil pengujian terhadap mutasi Aset Tetap, dan hasil rekonsiliasi Aset Tetap TA 2021 ditemukan aset yang harga satuannya tidak memenuhi batas nilai minimal kapitalisasi dengan nilai Rp 14.518.995.859,00.
Aset tetap tidak memenuhi batas nilai kapitalisasi tersebut terdiri dari pengadaan aset belanja modal yang dicatat secara extra comptable sebesar Rp 13.697.245.351,00 dan kegiatan pemeliharaan aset tetap senilai Rp 821.750.508,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat pengadaan aset dengan masa manfaat lebih dari 12 bulan namun memiliki nilai per unit di bawah batas kapitalisasi aset tetap pada 17 OPD dianggarkan pada belanja modal dengan realisasi sebesar Rp 13.697.245.351,00.
Realisasi belanja modal tersebut terdiri dari belanja modal peralatan dan mesin senilai Rp 1.025.546.993,00, belanja modal gedung dan bangunan senilai Rp 410.778.315,00, dan belanja modal aset lainnya sebesar Rp 12.260.920.043,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat pengadaan aset dengan masa manfaat lebih dari 12 bulan namun memiliki nilai per unit di bawah batas kapitalisasi aset tetap pada 17 OPD dianggarkan pada belanja modal dengan realisasi sebesar Rp 13.697.245.351,00.
Realisasi belanja modal tersebut terdiri dari belanja modal peralatan dan mesin senilai Rp.1.025.546.993,00, belanja modal gedung dan bangunan senilai Rp 410.778.315,00, dan belanja modal aset lainnya sebesar Rp 12.260.920.043,00.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui terdapat kegiatan pemeliharaan aset tetap pada lima OPD tidak memenuhi batas minimum kapitalisasi namun dianggarkan pada Belanja Modal sebesar Rp.821.750.508,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan anggaran dan realisasi diketahui bahwa terdapat kesalahan pemilihan akun atau kode rekening sebesar Rp.35.182.309.218,00, Rehabilitasi Gedung Kantor dan Bangunan Lainnya Dianggarkan pada Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp.64.550.692,00, Pengadaan Peralatan dan Mesin Dianggarkan pada Belanja Modal Gedung dan Bangunan pada 16 OPD sebesar Rp.667.275.054,00 serta Pengadaan Peralatan dan Mesin dianggarkan pada Belanja Aset Tetap Lainnya di Dinas Pendidikan sebesar Rp 3.978.019.666,00 hingga Belanja Modal Gedung dan Bangunan Tetapi Dianggarkan Pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin di Dinas Pendidikan Sebesar Rp.117.520.000,00
Belanja Modal Gedung dan Bangunan Tetapi Dianggarkan pada Belanja Aset Tetap Lainnya di Dinas Pendidikan Sebesar Rp 1 66.056.700,00, Belanja Modal Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Tetapi Dianggarkan pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin di Dinas Pendidikan Sebesar Rp 18.792.500,00 Belanja Modal Aset Tetap Lainnya Tetapi Dianggarkan pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin di Dinas Pendidikan Sebesar Rp.289.062.000,00.
Belanja Modal Peralatan dan Mesin Tetapi Dianggarkan pada Belanja Barang dan Jasa di Dua OPD Sebesar Rp.815.128.000,00, Belanja Barang dan Jasa Tetapi Dianggarkan pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin Sebesar Rp 4.968.231.006,00, Belanja Barang dan Jasa Tetapi Dianggarkan pada Belanja Modal Aset Tetap Lainnya sebesar Rp 1.481.523.861,00, Kesalahan Penganggaran Belanja Barang dan Jasa – Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota di Dinas Pendidikan Sebesar Rp 1.443.000.000,00 dan Kesalahan Penganggaran Belanja Tak Terduga Sebesar Rp 21.173.149.739,00
Menurut BPK RI Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan KeuanganBuletin Teknis Nomor 04 Komite Standar Akuntansi Pemerintah tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah, Bab V.
Hal tersebut juga melanggar Peraturan Walikota Makassar Nomor 69 Tahun 2021 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kota Makassar Berbasis Akrual mengenai Aset Tetap, Paragraf 74 yang menyatakan kriteria material/batasan minimal kapitalisasi (treshold capitalization) untuk setiap jenis aset atau belanja modal.
Kondisi tersebut mengakibatkan Lima akun belanja dalam LRA disajikan lebih tinggi dari yang seharusnya (overstated) sebesar Rp 51.279.348.477,00 (Rp 6.419.152.499,00 + Rp 1.721.169.369,00 + Rp 18.065.154.778,00 + Rp 3.900.722.092,00 + Rp 21.173.149.739,00)
Selain itu Lima akun belanja dalam LRA disajikan lebih rendah dari yang seharusnya (understated) sebesar Rp 51.279.348.477,00 (Rp 22.411.750.726,00 + Rp 25.975.381.368,00 + Rp 1.191.283.474,00 + Rp 1.126.480.000,00 + Rp 574.452.909,00).
Kondisi tersebut disebabkan oleh Kepala SKPD Terkait (Dinas PU, Dinas Perdagangan, Dinas Perpustakaan, BPBD, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Bappeda, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Komunikasi, Dinas Sosial, Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Pertanahan, Satpol PP, DPMPTSP, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perhubungan, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, BPKAD, Kecamatan Kepulauan Sangkarang, Kecamatan Manggala, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Mariso, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Tallo, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Ujung Tanah, dan Kecamatan Wajo), selaku PA tidak cermat memilih akun atau kode rekening yang sesuai dengan substansi belanja dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) OPD.
Serta TAPD kurang cermat dalam melakukan evaluasi RKA OPD yang diajukan oleh PA khususnya terkait penggunaan akun atau kode rekening belanja.
Atas permasalahan tersebut Kepala BPKAD menyatakan bahwa terkait adanya kesalahan Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Tidak Terduga pada OPD dalam lingkup Pemerintah Kota Makassar, dalam proses penyusunan anggaran, Pemerintah Daerah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).
Dalam aplikasi tersebut Pemerintah Daerah memilih kode rekening yang disediakan melalui aplikasi SIPD.
BPK merekomendasikan kepada Walikota Makassar agar memerintahkan Kepala OPD terkait selaku PA supaya lebih cermat dalam memilih akun atau kode rekening yang sesuai dengan substansi belanja dalam penyusunan RKA OPD dan TAPD Kota Makassar agar lebih cermat dalam melakukan evaluasi RKA OPD yang diajukan oleh PA khususnya terkait penggunaan akun atau kode rekening belanja.(Red)